Masa Pemerintahan Letnan Kolonel Soeharto
MAKALAH
SEJARAH
MASA
PEMERINTAHAN LETNAN KOLONEL SOEHARTO
Oleh:
XII MIA 6
1. Dahlia
Karunia sari
2. Feritian
P.K
3. Lala
Mela A’la
4. M.
Rikhas
5. Rindu
Wuri N
SMA
N 2 KRAKATAU STEEL CILEGON
TAHUN
PELAJARAN 2016-2017
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Makalah ini disusun berdasarkan pengumpulan dari berbagai
sumber, dan untuk memenuhi tugas Sejarah.
Dengan ini kami ucapkan terima kasih
kepada Ibu Maisyaroh, S.Pd selaku guru mata pelajaran Sejarah. Kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
tugas ini. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi kami pribadi
maupun pihak yang membaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini
sangat jauh dari sempurna, masih banyak kelemahan dan kekurangan. Setiap saran,
kritik, dan komentar yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk meningkatkan kualitas dan menyempurnakan makalah ini.
Cilegon, 20 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang................................................................................................4
2.
Rumusan masalah...........................................................................................5
3.
Tujuan dan manfaat........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
1. Biografi Presiden Soeharto................................................................
..........6
2. Wakil wakil masa pemerintahan Soeharto...................................................8
3. Kondisi semasa pemerintahan Presiden
Soeharto
1. Politik........................................................................................11
2. Ekonomi....................................................................................15
3. Sosial.........................................................................................22
4. Pertahanan dan keamanan.........................................................23
5. Budaya......................................................................................24
6. Ideologi.....................................................................................25
7. Pendidikan.................................................................................26
4. Kelebihan dan kekurangan masa
pemerintahan Presiden Soeharto............28
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan..................................................................................................30
2. Saran............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan
untuk memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto.
Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan
30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk: mengoreksi total
penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek
kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk
menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
· Setelah Orde Baru memegang talpuk
kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk
terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini menimbulkan ekses-ekses
negative, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya
berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu
dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi politik sosial
ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto?
2. Apa saja kebijakan atau langkah
presiden Soeharto selama memangku jabatan?
3. Apa kekurangan dan kelebihan masa pemerintahan
Soeharto?
Tujuan
1. Mengetahui bagaimana kondisi Indonesia
selama masa pemerintahan presiden Soeharto
2. Memenuhi tugas sejarah
Manfaat
1. Menjadi lebih tahu tentang kondisi Indonesia
masa orde baru
2. Menambah wawasan
BAB
II
PEMBAHASAN
Biografi Presiden Soeharto
Soeharto adalah Presiden kedua
Republik Indonesia. Dengan nama lengkap Muhammad
Soeharto. Beliau
lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Dia adalah anak ketiga
Kertosudiro dengan Sukirah yang dinikahinya setelah lama menduda. Dengan istri
pertama, Kertosudiro yang menjadi petugas pengatur air desa atau ulu-ulu,
dikaruniai dua anak. Perkawinan Kertosudiro dan Sukirah tidak bertahan lama.
Keduanya bercerai tidak lama setelah Soeharto lahir. Sukirah menikah lagi
dengan Pramono dan dikaruniai tujuh anak,
Belum genap 40 hari, bayi Soeharto
dibawa ke rumah Mbah Kromo (adik kakek Sukirah). Mbah Kromo kemudian mengajari
Soeharto kecil untuk berdiri dan berjalan. Soeharto juga sering diajak ke
sawah. Sering, kakeknya memberi komando pada kerbau saat membajak sawah.
Karena dari situlah, Soeharto belajar menjadi pemimpin.
Ketika semakin besar, Soeharto
tinggal bersama kakeknya, Mbah Atmosudiro, ayah dari ibunya. Soeharto sekolah
ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah. Semula disekolahkan di
Sekolah Dasar (SD) di Desa Puluhan, Godean. Lalu, pindah ke SD Pedes
(Yogyakarta) lantaran ibu dan ayah tirinya, Pramono pindah rumah ke Kemusuk
Kidul. Kertosudiro kemudian memindahkan Soeharto ke Wuryantoro, Wonogiri, Jawa
Tengah. Soeharto dititipkan di rumah bibinya yang menikah dengan seorang mantri
tani bernama Prawirowihardjo. Soeharto diterima sebagai putra paling tua dan
diperlakukan sama dengan putra-putri Prawirowihardjo. Soeharto kemudian
disekolahkan dan menekuni semua pelajaran, terutama berhitung. Dia juga
mendapat pendidikan agama yang cukup kuat dari keluarga bibinya.
Sampai akhirnya terpilih menjadi
prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun
1941.Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947,
Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti
Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia
Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan
putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti
Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam serangan umum yang berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono
IX kepada Panglima Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan
Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota
itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah
menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di
kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian
komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon
berpangkat Letnan Kolonel.
Tanggal
1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan
Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai
Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat
Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta
mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno Karena situasi
politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS,
Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku
Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa
lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
Wakil wakil Masa Pemerintahan
Presiden Soeharto
1.
Sri
Sultan Hamengkubuwono IX periode 24
maret 1973 – 23 maret 1978. (wakil presiden ke ii)
- Adam Malik periode 23 maret
1978 – 11 maret 1983 ( wakil presiden ke iii)
3. Umar Wirahadikusumah
periode 11 maret 1983 – 11 maret 1988. (wakil presiden ke iv )
- Sudharmono periode 11 maret
1988 – 11 maret 1993 (wakil presiden ke v)
- Tri Sutrisno periode 11 maret
1993 – 10 maret 1998 (wakil presiden ke vi )
- Bj. Habibie periode 10 maret
1998 – 21 mei 1998 ( wakil presiden ke vii)
Kondisi masa pemerintahan Presiden
Soeharto
POLITIK
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar legalitas dimulainya
pemerintahan Orde Baru di Indonesia.Orde Baru merupakan tatanan
seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian
pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dan juga dapat dikatakan
bahwa Orde Baru merupakan koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan
berusaha untuk menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas
nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. Melalui Ketetapan
MPRS No.XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh MPRS untuk
membentuk Kabinet Ampera. Akibatnya muncul dualisme kepemimpinan nasional.
Pembentukan
Kabinet Pembangunan
Kabinet pertama pada masa peralihan
kekuasaan adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Darma.
Kabinat Ampera yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi
sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet
Ampera terkenal dengan nama Catur Karya
Kabinet Ampera yakni
1)
Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
2)
Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli 1968
3)
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
Setelah
MPRS pada tanggal 27 Maret1968 menetapkan Soeharto sebagai
presiden RI untuk masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut Panca Krida yang
meliputi:
1)
Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
2)
Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum
3)
Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September
4)
Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari pengaruh PKI.
Pembubaran PKI dan Organisasi
massanya
Dalam rangka menjamin keamanan,
ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar
telah mengeluarkan kebijakan:
1)
Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS
No IX/MPRS/1966
2)
Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia
3)
Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap
terlibat Gerakan 30 September1965.
Penyederhanaan
Partai Politik
Pada
masa Orde Baru pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi)
partai- partai politik menjadi tiga kekuatan social politik. Penyederhanaan
partai-partai politik ini dilakukan dalam upaya menciptakan stabilitas
kehidupan berbangsa dan bernegara Penggabungan partai-partai politik tersebut
tidak didasarkan pada kesamaan ideologi,
tetapi lebih atas persamaan program.
Tiga kekuatan social politik itu adalah:
2) Partai Demokrasi
Indonesia (PDI)
yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan
Parkindo
Pemilihan Umum
Selama
masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu
tahun 1971, 1977, 1985,1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang
diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh
mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Untuk
menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan peran ganda
kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini
kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran
ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan
pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR
dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui
Pemilu.
Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada
tanggal 12 April1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati
dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa
atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung
pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945 secara murni dan konsekuen,
maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran (P4) secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran (P4) ini bertujuan
membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama
terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut
opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Penataan Politik Luar Negeri
Pada
masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
kembali dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang
menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia harus didasarkan pada kepentingan nasional, seperti pembangunan
nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran,
serta keadilan.
1) Kembalinya menjadi anggota PBB
Pada
tanggal 28 September1966 Indonesia kembali menjadi
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi
anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh
Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964.Kembalinya Indonesia
menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh
PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua.
2) Normalisasi Hubungan dengan Negara
lain
a)
Pemulihan
hubungan dengan Singapura
b)
Pemulihan
hubungan dengan Malaysia
c)
Pembekuan
hubungan dengan RRC
EKONOMI
Pada
masa pemerintahan Soeharto ini terjadi swasembada pangan, dimana harga sembako
tergolong relatif murah.
a.
Stabilisasi dan Rehabilitasi ekonomi.
1)
Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini
didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966
2) MPRS mengeluarkan
garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilisasi dan
rehabilitasi.
Program
pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi
dan rehabilitasi ekonomi.
1)
Mendobrak kemacetan ekonomi dan
memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan.
Untuk
melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru
menempuh cara-cara :
2)
Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak
sendiri dan menghitung pajak orang.
3)
Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran
konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
Dan pemerintah Orde Baru berhasil membendung
laju inflasi pada
akhir tahun 1967–1968,
tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet
Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya
pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang,
pangan, dan kurs valuta asing.
Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga
bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan
pemerintah.
Selama
sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami
kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana social dan ekonomi. Lembaga perkreditan
desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalah gunakan dan dijadikan alat
kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga
(negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata
kehidupan rakyat.
b. Kerjasama Luar
Negeri
1) Pertemuan Tokyo
Pada
tanggal 19–20 September1966 pemerintah
Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo.
Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa devisa ekspor yang diperoleh
Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang selanjutnya akan dipakai
untuk mengimpor bahan-bahan baku.
2) Pertemuan Amsterdam
Pada tanggal 23-24
Februari 1967 diadakan
perundingan di Amsterdam, Belanda yang
bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta
kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental
Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk
memenuhi kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan
1)
Trilogi Pembangunan
Setelah
berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya
yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan
nasional yang diupayakan pemerintah
waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka
Panjang. Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun
(Pelita). Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun.
Pelaksanaan
Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada
Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan.Inti dari kedua
pedoman tersebut adalah kesejahteraan
bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi
Trilogi Pembangunan adalah :
a)
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat.
b)
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c)
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan
Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
a)
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
b)
Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
c)
Pemerataan pembagian pendapatan.
d)
Pemerataan kesempatan kerja
e)
Pemerataan kesempatan berusaha
f)
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi
muda dan kaum wanita.
g)
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
h)
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
2) Pelaksanaan
Pembangunan Nasional
Selama
masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita yaitu:
a)
Pelita I
Pelita
I dilaksanakan mulai 1 April1969 sampai 31 Maret1974,
dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I adalah
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya
adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan
bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi
melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
b)
Pelita II
Pelita
II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai
31 Maret 1979.
Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan
Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru
inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi
47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
c)
Pelita III
Pelita
III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai
31 Maret 1984.
Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik
berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan.
d)
Pelita IV
Pelita
IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai
31 Maret 1989.
Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan,
dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri.
Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal
tahun 1980 terjadi resesi.
Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat
berlangsung terus.
e)
Pelita V
Pelita
V dimulai 1 April 1989 sampai
31 Maret 1994.
Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada
masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan
pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.
f)
Pelita VI
Pelita
VI dimulai 1 April 1994 sampai
31 Maret 1999.
Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang
berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian telah menyebabkan proses
pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Selama
pemerintahannya, Presiden Soeharto telah berhasil meletakkan kerangka tinggal
landas dengan capaian-capaian bidang ekonomi antara lain:
a. Berhasil
meningkatkan pertumbuhan Indonesia dari minus 2,25 pada tahun 1963 menjadi naik
tajam sebesar 12% pada tahun 1969.
b.
Pertumbuhan Indonesia yang tinggi dan
berkelanjutan (mulai tahun 1967 s/d 2007) menjadikan Indonesia digolongkan
kedalam ekonomi industri baru (Newly Industrializing Economies, NIEs) .
c.
Seiring dengan peningkatan pertumbuhan,
Indonesia juga mengalami peningkatan penanaman modal dan perbaikan sumber daya
manusia yang keberadaanya menjadi pendorong utama pertumbuhan.
d. Sektor pertanian juga tumbuh cepat
yang didukung dengan peningkatan produktivitas padi. Pada awall pemerintahan
Presiden Soeharto, Indonesia masih menjadi pengimpor beras terbesar di dunia.
Pada tahun 1969 produksi beras Indonesia hanya 12 juta ton, namun meningkat
pesat menjadi 28 juta ton pada tahun 1980-1989 dan menjadikannya sebagai negara
swasembada beras. Prestasi ini mengundang kekaguman internasional sehingga pada tanggal 14
November 1985.
e. Presiden Soeharto diundang untuk
memaparkan kunci-kunci keberhasilan pembangunan pangan di Indonesia, dalam
forum sidang organisasi pangan dan Pertanian PBB (FAO). Produksi beras
mengalami peningkatan sebesar 7.5 juta ton dalam periode tahun 1970-1979
dan 15 juta ton selama periode tahun 1980-1989. Pada akhir 1990-1999 produksi
beras hanya meningkat 5,6 juta ton sebagai dampak krisis politik 1998.
f. Berhasil menyediakan kebutuhan
papan. Selama periode 1978-1983 melalui Perum Perumnas pemerintah telah
membangun 209.872 unit perumahan dan selama pemerintahan Presiden Soeharto
secara keseluruhan telah terbangun 441.923 unit rumah. Selama periode 1978-1983
Perum Perumnas telah menjadi perintis munculnya kawasan pemukiman bagi penduduk kalangan menengan ke
bawah. Melalui kebijakan KPR (Kredit Kepemilikan Rumah), masyarakat juga
dipermudah dalam penyediaan rumah tempat tinggal.
g. Pemerintahan Presiden Soeharto
berhasil melakukan pengendalian pertumbuhan penduduk. Pada tahun 1967
pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun
drastis menjadi 1,6%. Keberhasilan ini dicapai melalui program Keluarga
Berencana Nasional yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN).
h. Melalui kebijakan anggaran
berimbang, Pemerintahan Presiden Soeharto juga dinilai berhasil menekan inflasi dibawah 10%, rata-rata defisit neraca
berjalan 2,5% dari PDB dan mempertahankan cadangan devisa mendekati jumlah
kebutuhan impor kurang lebih 5 bulan.
i.
Selain
berhasil mengendalikan inflasi, pemerintahan Presiden Soeharto berhasil dalam
melakukan pengelolaan utang luar negeri. Sebagaimana dipaparkan Widjoyo
Nitisastro dalam bukunya berjudul “Pengalaman Pembangunan Indonesia” yang
terbit tahun 2010, mengungkapkan bahwa pada tahun 1966 Indonesia sebenarnya
sedang menunggak utang.
Untuk menjaga etika hubungan
internasional maka diadakan pembicaraan dengan negara-negara tersebut dan
akhirnya dicapai kesepakatan antara Indonesia dengan negara-negara Paris Club
pada bulan April 1970 untuk penyelesaian tunggal dan menyeluruh utang-utang Indonesia dengan kesepakatan:
1. Pembayaran utang pokok dilakukan
dengan mencicil selama 30 tahun dari 1970 sampai dengan tahun 1999.
2. Pembayaran atas bunga yang sudah
disepakatidilakukan selama 15 tahun dari 1985 sampai 1999.
3. Utang yang dijadwalkan kembali
tersebut bebas bunga.
4. Indonesia mempunyai pilihan untuk menunda
sebagian dari utang yang jatuh tempo pada delapan tahun pertama ke delapan tahun terakhir, yakni 1992-1999, dengan bunga
sebesar empat persen pertahun.
Pemerintahan
Presiden Soeharto melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dalam jumlah
seperlunya dan mengalokasikannya untuk biaya kegiatan pembangunan yang
produktif. Kehati-hatian ini tampak dari jumlah hutang Indonesia selama era
Orde Baru dengan era reformasi. Selama 32 tahun memerintah, pemerintahan
Presiden Soeharto mencatatkan utang sekitar Rp.46,88 triliun per
tahun. Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan 10 tahun
pemerintahan reformasi yang mencatatkan utang sebesar Rp. 111,4 triliun per
tahun. Pada saat mengundurkan diri pada bulan Mei 1998, Presiden Soeharto
mencatatkan utang sebesar Rp. 553 triliun. Sedangkan 10 tahun pemerintahan
reformasi telah mencatatkan utang sebesar Rp. 1667 triliun.
Keterputusan agenda tinggal landas
akibat krisis ekonomi dan moneter barangkali tidak akan terlalu parah dan dapat
dilanjutkan kembali manakala terdapat soliditas komponen bangsa.
Permasalahannya terdapat banyak pelaku dalam peristiwa reformasi 1998 yang
didalamnya mengusung agenda pragmatisnya masing-masing sehingga soliditas
bangsa tidak bisa segera terwujud. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara diwarnai beragam instabilitas (keamanan, politik, pemerintahan dan
ekonomi) sehingga keberlangsungan agenda tinggal landas menjadi terbengkalai.
Segala jerih payah untuk mewujudkan
kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa itu kini harus ditata kembali.
Kegagalan ini merupakan kegagalan bersama sebagai sebuah bangsa yang dalam
proses transisi tahun 1998 tidak bisa memetakan secara akurat siapa lawan dan
siapa pengkianat bangsa yang sesungguhnya.
SOSIAL
Adanya
kesenjangan sosial yang mencolok antara orang kaya dan orang miskin. Namun,
ada kebijakan-kebijakan yang baik seperti transmigrasi dan keluarga berencana,
adanya gerakan memerangi buta huruf, munculnya gerakan Wajib Belajar dan
Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Pengembangan hukum adat sebagai hukum nasional
bertolak dari paham Savignian yang menganggap bahwa hukum itu tak mungkin
dibuat dan dibebankan dari atas (sebagai atau tidak sebagai sarana perekayasa
sosial) melainkan akan dan harus tumbuh berkembang
seiring dengan berkembangnya masyarakat itu sendiri. Namun justru dengan konsep
ini para ahli hukum adat rupanya kesulitan ketika harus menyatukan hukum-hukum
adat yang ada di Indonesia mengingat banyaknya latar belakang sosial budaya
masyarakat Indonesia.
Dan sampai
saat penyusunan konsep suatu sistem
hukum nasional, para ahli hukum adat
baru siap dengan statement bahwa “Hukum adat merupakan salah satu sumber yang
penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi Pembangunan Hukum Nasional yang menuju kepada unifikasi hukum”.
Akan tetapi dalam kehidupan sosial
mereka mulai membuka diri dan mau peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Mereka
tidak lagi menolak apabila terpilih menjadi Ketua RT/RW dan secara aktif ikut
dalam penyelengaraan Pemilu di
lingkungan tempat tinggalnya.
PERTAHANAN DAN KEAMANAN
Pada pemerintahan Presiden Soeharto
pemerintahan yang diktator tetapi aman dan damai. Terdapat dwi fungsi ABRI.
Dalam hal ini manunggalnya ABRI dengan rakyat dan mantapnya dwi fungsi ABRI
merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan selama PJP I sampai
pertengahan pelaksanaan Repelita VI sekarang ini. Pembangunan pertahanan
keamanan terus dilakukan sesuai dengan Sishankamrata, dan dengan terus
memperkuat kemampuan ABRI dalam melaksanakan
kedua fungsinya.
BUDAYA
Pada
masa Orde Baru terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang bersifat
diskriminatif, seperti Surat EdaranNo.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang
perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Cina
harus mengubah nama Cinanya menjadi nama
yang berbau Indonesia, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain
itu, penggunaan bahasa Cina pun dilarang.
Pemerintah
mengontrol bidang kebudayaan yang dianggap bertentangan atau membahayakan
kebudayaan nasional akan dihapus. Selain itu juga mengontrol kerja dan produksi
kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya menghasilkan karya seni. Demikian juga
puisi dan pementasan-pementasan seperti teater, harus ada izin tertulis dari
aparat keamanan. Didirikannya sekolah-sekolah Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) sejak
1900, mendorong berkembangnya pers dan sastra melayu Tionghoa. Maka dalam
waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 300 buku. Suatu prestasi yang
luar biasa bila dibandingkan dengan sastra yang dihasilkan oleh angkatan
pujangga baru, angkatan 45, 66, dan pasca 66 yang tidak seproduktif itu. Dengan
demikian komunitas ini telah berjasa dalam membentuk 1 awal perkembangan bahasa
Indonesia. Sehingga pada pemerintahan Presiden Soeharto semua budaya china
tidak boleh masuk ke Indonesia dan tahun baru Imlek belum menjadi libur nasional.
IDEOLOGI
Pada
pemerintahan Presiden Soeharto Pancasila terkesan menjadi Ideologi tertutup. Pancasila hanya
menjadi lambang dasar negara saja, namun nilai-nilai Pancasila tidak diterapkan
dalam kehidupan pemerintahan. Pemerintahan bersifat otoriter, hanya terpaku
pada Presiden saja dan demokrasi tidak berjalan.
Hukum merupakan dasar untuk
menegakkan nilai-nilai kemanusian. Berbagai perbaikan di bidang hukum telah
dilakukan dan diarahkan menurut petunjuk UUD 1945. Dalam kaitan ini, antara
lain telah ditetapkan Undang-undang tentang KUHAP, Undang-undang tentang Hak
Cipta, Paten, dan Merek, kompilasi hukum Islam, dan lain-lain. Agar hukum dapat
dijalankan berdasarkan peraturan- peraturan yang berlaku, dilakukan pula penyuluhan
hukum kepada masyarakat luas maupun
kepada aparat pemerintah. Perbaikan aparatur hukum terus menerus dilakukan
meskipun belum mencapai hasil yang optimal, dan belum sepenuhnya dapat memenuhi
tuntutan keadilan masyarakat.
Kecenderungan orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang
komprehensif terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan
norma dan karena itu harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara
terpusat. Pada akhirnya, pandangan tersebut bermuara pada keadaan yang disebut
dengan perfeksionisme negara. Negara perfeksionis adalah negara
yang merasa tahu apa yang benar dan apa yang salah bagi masyarakatnya, dan kemudian melakukan usaha-usaha sistematis agar
‘kebenaran’ yang dipahami negara itu dapat diberlakukan dalam masyarakatnya.
Sehingga formulasi kebenaran yang kemudian muncul adalah sesuatu dianggap benar
kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya sesuatu
dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa.
PENDIDIKAN
Pendidikan
pada masa orde baru bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi
untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan
orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah.
Bahwa, putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak boleh
dilanggar. Itulah doktrin orde baru pada sistem pendidikan kita.
Indoktrinisasi pada masa kekuasan
Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar sampai pada tingkat pendidikan
tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam pemikiran. Pada
masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang militan
sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin . Semua serba kaku dan
berjalan dalam sistem yang otoriter.
Ahkirnya,
kebijakan pendidikan pada masa orde baru mengarah pada penyeragaman. Baik cara
berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa
kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena
sanksi dari pemerintah karena semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif.
Tindakan dan kebijakan pemerintah orde baru-lah yang paling benar. Semua
wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk, dibentuk pada
budaya homogen.
Di bidang
pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari
kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas.
Kalangan mudanya secara aktif mulai memasuki bidang-bidang profesi di luar
wilayah bisnis semata. Mereka sekarang secara terbuka berusaha menjadi artis
sinetron, presenter TV, peragawati, foto model, pengacara, wartawan, pengarang,
pengamat sosial/ politik, peneliti, dsbnya. Hal ini sangat berbeda ketika rezim
Orde Baru memberlakukan kebijakan diskriminasi.
Di
bidang pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai
dari kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas. Kalangan
mudanya secara aktif mulai memasuki bidang-bidang profesi di luar wilayah
bisnis semata. Mereka sekarang secara terbuka berusaha menjadi artis sinetron,
presenter TV, peragawati, foto model, pengacara, wartawan, pengarang, pengamat
sosial/ politik, peneliti, dsbnya. Hal ini sangat berbeda ketika
rezim Orde Baru memberlakukan kebijakan diskriminasi
Perkembangan
Pendidikan Guru pada Masa Orde Baru
Pembangunan Dibidang Pendidikan
a. Peningkatan Mutu Pendidikan Kejuruan
b. Tindakan Darurat
c. Peningkatan Mutu Pendidikan Umum
d. Pembaharuan Kurikulum
e. Pembangunan dibidang Pendidikan Guru Pra Jabatan
Kelebihan dan Kekurangan masa Pemerintahan
Presiden Soeharto
Kelebihan
1. Perkembangan GDP per kapita
Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih
dari AS$1.000
2. Kemajuan sektor migas
3. Swasembada beras
4. Sukses transmigrasi
5. Sukses Program KB
6. Sukses memerangi buta huruf
7. Sukses swasembada pangan
8. Pengangguran minimum
9. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun
10. Sukses Gerakan Wajib Belajar
11. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua
Asuh
12. Sukses keamanan dalam negeri\
13. Investor asing mau menanamkan modal
di Indonesia.
14. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme
dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan
1.
Eksploitasi
sumber daya,
- Diskriminasi terhadap warga Tionghoa,
- Perpecahan bangsa,
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme,
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan
yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin),
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan kebebasan pers
sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan
program “Penembakan Misterius” (petrus)
- Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden ) selanjutnya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Soeharto adalah Presiden kedua
Republik Indonesia.Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921.
Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah
dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto
menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran. Seharto
menjabat sebagai presiden Republik Indonesia selama 32 tahun lamanya yaitu dari
12 Maret 1967- 21 Mei 1998. HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27
Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai
Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun.
Adapun Kelebihan masa pemerintahan
Soeharto
1. Harga-harga kebutuhan pokok yang
murah
2. Pertumbuhan ekonomi yang stabil,
dengan menjadi negara swasembada beras dan turut mensejahterahkan petani.
3. Pembangunan dimasa Presiden Soeharto
dianggap paling maju melalui Repelita I sampai Repelita VI.
4. Keamanan dan kestabilan negara yang
terjamin serta menciptakan kesadaran nasionalisme yang tinggi
5. Kesehatan, upaya meningkatkan
kualitas bayi dan masa depan generasi ini dilakukan melalui program kesehatan
diposyandu dan KB
6. Pendidikan telah sukses memerangi
buta huruf, Sukses Gerakan Wajib Belajar,
Sedangkan untuk kekurangan dalam
pemerintahan Soeharto itu sendiri yaitu
1.
Eksploitasi
sumber daya,
- Diskriminasi terhadap warga Tionghoa,
- Perpecahan bangsa,
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme,
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan
yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin),
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan kebebasan pers
sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan
program “Penembakan Misterius” (petrus)
- Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden ) selanjutnya.
Saran
Jangan memandang sebelah mata
pemerintahan Soeharto, jika direnungkan banyak jasa-jasa besar yang dilakukan
Soeharto untuk pembangunan dan perkembangan Indonesia dimata dunia
Internasional, sebagian rakyat yang pernah hidup di zaman Presiden Soeharto
menganggap zaman Soeharto merupakan zaman keemasan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar